
Semerbak Florist bertahan di tengah gempuran zaman. (astomanis.com/intan)
Astomanis.com, Purwokerto-Di tengah maraknya bisnis florist modern, Semerbak Florist tetap berdiri kokoh sebagai toko bunga legendaris yang telah melayani pelanggan sejak tahun 1976.
Berlokasi di Jl. Masjid No.35 E, Purwokerto, Sokanegara, Purwokerto Timur, toko ini telah menjadi saksi berbagai momen penting, mulai dari pernikahan, ulang tahun, hingga perayaan besar lainnya.
Didirikan oleh Tri Judik Sukardi (73), Semerbak Florist bukan hanya sekadar tempat berjualan bunga, tetapi juga bentuk ekspresi jiwa bebas dan kecintaan terhadap seni.
“Saya ingin memiliki jiwa yang bebas dan melestarikan seni yang pernah saya pelajari,” ujar Judik tentang inspirasinya mendirikan bisnis ini, Senin (10/2).
Sediakan bunga yang selalu segar

Kualitas bunga yang selalu segar, pilihan yang banyak, layanan yang ramah, serta kreativitas dalam merangkai bunga menjadikan toko ini bertahan di tengah persaingan modern. Harga yang terjangkau menjadi salah satu pilihan yang tepat.
“Kalau untuk ucapan, model bunga papan itu paling murah Rp300.000, kalau yang tangkai itu harga bunga menyesuaikan musim, kalau biasanya pertangkai itu Rp5.000 sampai Rp10.000,” jelasnya.
Khusus cara merawat, Tri mengatakan juga butuh pemahaman. “ini kan lagi musim hujan kadang juga panas ngga menentu ya, cara perawatan juga diperhatikan agar bunga keliahat segar. Selalu rutin ganti air dan cara pemotongannya juga diperhatikan,” terang judik, memberitahukan perawatan bunganya.
Meski zaman terus berubah, Semerbak Florist tetap mempertahankan eksistensinya. Cara promosi pun juga mengikuti perkembangan zaman.
“Dulu bapak sering ikut-ikut sponsor di radio, kebutalan anak sama cucu senang main tiktok, jadi diviralkan dan teman saya juga banyak yang membuat video di toko ini, kalau yang terakhir kemarin itu toko bunga ini untuk shooting film horor katanya di RCTI atau Indosiar,” paparnya.
“Harapan bapak yang penting, lancar, banyak dikenal dan juga tetap bertahan,” harap Judik untuk toko buga miliknya.(*)
Artikel ditulis Intania Zariya Nayya, mahasiswa PPL UIN Saizu Purwokerto